Assel (1992) mendefinisikan pembelajaran konsumen sebagai suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa lalunya. Perilaku konsumen yang demikian disebut pengaruh perilaku (behavioural influence).
Dalam pembelajaran konsumen terdapat dua aliran:
- Aliran Behaviorist yang memandang bahwa perubahan respons konsumen merupakan hasil dari paparan rangsangan (stimuli exposure).
- Aliran kognitip memandang pembelajaran sebagai penyelesaian masalah. Fokus perhatiannya adalah perubahan dalam psikologikal set konsumen (persepsi, sikap, gaya hidup, dll).
Para ahli perilaku telah mengembangkan dua tipe pembelajaran yang disebut sebagai Classical Condition dan Instrumental Condition.
Classical Conditioning
Classical Conditioning memandang bahwa perilaku merupakan hasil dari asosiasi yang dekat antara perangsang utama (Primary Stimulus) dengan perangsang kedua (secondary stimulus). Misalnya dalam sebuah iklan dipaparkan mengenai cirri-ciri orang sukses (primary stimulus) dan juga sebuah merek rokok misalnya ardath (secondary stimulus). Dalam Classical Conditioning diharapkan bahwa perokok merek Ardath mengasosiasikan dirinya seperti orang yang sukses.
Persyaratan Menggunakan Classical Conditioning
Syarat-syarat tersebut adalah:
- seharusnya tidak ada stimuli lain yang dapat membayangi unconditioned stimuli. Dengan kata lain, primary stimuli atau unconditioned stimuli harus menjadi pusat perhatian. Misalnya iklan kosmetik yang menampilkan beberapa artis yang mempunyai citra berbeda.
- Perangsang utama seharusnya sebelumnya tidak diasosiasikan dengan merek produk lain.
- Primary stimulus seharusnya tidak terlalu familiar bagi masyarakat. Konsumen akan menjadi jenuh dengan stimuli tertentu yang sangat sering tampil di media massa. Hal ini disebut sebagai pengaruh sebelu pemaparan (proexposure effect).
- Classical Conditioning akan lebih efektif jika stimulus utamanya adalah sesuatu yang baru.
Instrumental Conditioning
Instrumental Conditioning memandang bahwa perilaku sebagai fungsi dari tindakan konsumen (perilaku pembelian) dan penilaian konsumenterdapat derajat kepuasan yang diperoleh dari tindakan. Kepuasan yang dialami oleh konsumen akan menyebabkan penguatan dan akan meningkatkan kemungkinan pembelian kembali (purcashing).
Penguatan (Reinforcement)
Istilah penguatan muncul ketika konsumen berperilaku yang sama seperti sebelumnya, karena sebelumnya dia mendapatkan respos yang positif atas tindakannya. Penguatan bisa diindikasikan dengan pembelian yang berulang kali terhadap merek produk tertentu. Penguatan (reinforcement) terjadi ketika konsumen memperoleh respos positif atas tindakannya di masa lalu.
Kepunahan dan Dilupakan (Extinction and Forgetting)
Kepunahan (extinction) terjadi ketika produk tidak lagi memberikan kepuasan yang diinginkan. Hilangnya kepuasan bisa karena kualitas suatu produk terjadi penurunan atau ada produk lai yang dirasakan mempunyai kualitas yang lebih baik.
Dilupakan (forgetting) terjadi ketika stimulus tidak lagi diketahui dan dirasakan oleh konsumen. Suatu produk akan dilipakan oleh konsumen jika pemasar tidak mengulang-ulang informasi produknya melalui iklan.
Penerapan Instrumental Conditioning pada Strategi Pemasaran
Implikasi manajerial dari instrumental conditioning bisa digunakan dalam menyusun strategi pemasaran sebagai berikut:\
- Produk yang ditawarkan harus berkualitas.
- Pesan iklan yang ditampilkan seharusnya berisi manfaat-manfaat produk.
- Jangan sekali-kali pesan iklan tidak sesuai dengan kualitas produk yang sebenarnya, karena konsumen akan belajar dari pengalamannya.
Pembelajaran Kognitif (Cognitif Learning)
Dari perspektif kognitif, konsumen berperilaku untuk menyelesaikan berbagai masalahnya. Timbulnya kebutuhan dan keinginan, dipandang sebagai masalah yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, perilaku yang ditampilkan merupakan proses penyelesaian masalah.
Relevansi Pengaruh Perilaku (Behavioral Influence) dan Cognitif Learning pada Pemasaran
Pendekatan Perilaku dan kognitif sangat berbeda, oleh karena itu implikasi pada pemasaran pun akan berbeda.
Pendekatan perilaku akan cocok untuk konsumen yang tidak begitu terlibat dalam pembelian suatu produk. Dari perspektif instrumental conditioning, konsumen adalah pasif, kurang terlibat dan kemungkinan akan lebih menerima pembelian terhadap produk yang telah dibeli sebelumnya sejauh hal itu mampu memuaskannya.
Teori pembelajaran kognitif lebih relevan untuk produk yang penting dan memerlukan keterlibatan tinggi. Dalam kasus produk-produk yang penting, konsumen dalam mengambil keputusan pembeliannya akan melewati proses pencarian informasi secara lebih intens, mengevaluasi dan memilih produk yang diinginkan.
Kebisaaan (Habit)
Kebisaaan dapat didefinisikan sebagai perilaku yang berulang kali dilakukan. Suatu perilaku yang berulang dikatakan kebisaaan jika perilaku itu tidak disertai dengan loyalitas. Terdapat beberapa hal yang memungkinkan siklus pembelian habitual rusak, yakni:
- perusahaan melakukan reformulasi produk dan merek yang telah lama ada.
- ttterdapat merek produk baru di pasar yang mampu menawarkan sesuatu nyang lebihdari merek lama.
- konsumen mungkin mencapai kejenuhan dalam mengkonsumsi merek produk yang bisaanya dibeli.
- konsumen akan mengubah perilaku pembelian habitual ketika merek produk yang diinginkannya tidak tersedia di took atau outlet penjualan.
Fungsi Kebisaaan
Perilaku pembelian berdasarkan kebisaaan mempunyai dua menfaat penting, yakni:
- mengurangi resiko.
- memudahkan dalam pengambilan keputusan pembelian.
Implikasi Strategis dari perilaku Habitual
Perilaku pembelian Habitual dapat digunakan sebagai dasar menyusun strategi pemasaran seperti distribusi produk, kategori produk, iklan, promosi di took, serta penetapan harga.
Distribusi Produk
Merek produk yang dibeli berdasarkan kebisaaan mempunyai tingkat perputaran produk yang tinggi. Dengan demikian, pemasar harus selalu siap menyediakan produk di tempat-tempat penjualan agar konsumen tidak lari ke merek lain.
Kategori Produk
- Pembelian dengan keputusan yang kompleks yakni terhadap produk-produk peralatan rumah tangga yang secara teknis memang rumit. Contoh: televisi, mobil, mesin cuci, dll.
- Pembelian produk-produk berdasarkan kebisaaan yakni berupa barang-barang konsumsi yang bersifat cepat habis dan mempunyai resiko kecil.
Iklan dan Promosi di Dalam Toko
Iklan untuk produk yang dibeli berdasarkan kebisaaan seharusnya ditampilkan sesering mungkin untuk mengingatkan konsumen. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa konsumen yang membeli berdasarkan kebisaaan, bisaanya tidak begitu mengingat apa-apa yang akan dibelinya.
Penetapan Harga
Produk yang dibeli berdasarkan kebisaaan bisaanya produk yang mempunyai loyalitas konsumen yang semu. Konsumen akan mudah mengubah merek yang dibelinya jika dia merasa bosan, atau muncul produk baru, atau mengubah pilihan karena ingin mencari variasi. Oleh karena itu, konsumen akan sangat mudah dipengaruhi oleh kebijakan promosi penjualan, seperti pemberian kupon belanja, potongan harga dan cara-cara promosi penjualan lainnya.
Mengubah Perilaku Habitual
Perilaku habitual dalam pembelian merupakan hambatan yang sangat berat untuk merebut pangsa pasar. Konsumen cenderung membeli merek produk yang menjadi pemimpin pasar. Hal ini benar karena terdapat dua alasan yaitu:
- pembelian berulang karena kepuasan akan menyebabkan peningkatan penjualan dan oleh karena itu pangsa pasar akan menjadi luas.
- bbbanyak konsumen yang membeli merek yang menjadi pemimpin pasar karena ingin menghindari resiko.
Agar para penantang pasar mampu mengubah pola pembelian habitual terhadap merek produk pemimpin pasar, langkah-langkah strategi berikut ini bisa dilakukan:
· Jika produk penantang pasar telah beredar di pasar, maka pemasar seharusnya menampilkan feature baru dalam iklannya.
· Mencoba mengubah prioritas konsumen dengan mengubah feature produk yang sebelumnya tidak ada.
· Menggunakan contoh gratis, potongan harga untuk mencoba mengubah pilihan konsumen.
· Memperkenalkan lini merek yang telah ada dengan menawarkan manfaat baru.
Loyalitas Konsumen
Loyalitas konsumen dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu loyalitas merek (brand loyality) dan loyalitas toko (store loyality).
Assael (1992) mengemukakan empat hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal sebagai berikut:
- konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap pilihan.
- konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat resiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya.
- konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap took.
- kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek.
Pembuatan Keputusan Low Involvement
Perspektif Low Involvement
Perilaku pembelian keterlibatan rendah (low involvement) terjadi ketika konsumen dalam pembeliannya tidak begitu terlibat. Dalam perkataan lain, konsumen tidak terlal memikirkan merek produk apa yang harus dibelinya, di took mana harus dibeli, dan hal-hal lain yang berhubungan denganproses pembelian.
Keterlibatan dan Hierarki Pengaruh (Involvement and the Hierarchy of effect)
Walaupun karakteristik perilaku pembelian lebih banyak menunjukkan kurang terlibatnya konsumen dalam pembelian, tetapi mengapa para pemasar berusaha mengarahkan pada perilaku pembelian konsumen dengan keterlibatan tinggi (high involvement). Terdapat dua alasan untuk itu, yakni:
- lebih mudah mempengaruhi konsumen ketika para pemasar menganggap bahwa ada proses kognitif adalm evaluasi merek. Manfaat produk dapat diarahkan kepada segmen sasaran dalam mengubah sikap terhadap merek.
- mengapa pemasar cenderung memfokuskan perhatiannya kepada keputusan pembelian yang high involvement yaitu pemasar berasumsi bahwa urutan dalam proses memilih, (disebut sebagai hierarki pengaruh) konsumen berpikir dahulu sebelum bertindak.
Hierarki Low Involvement
Hierarki Low Involvement menyatakan bahwa mungkin konsumen bertindak (dalam melakukan pembelian) tanpa berpikir terlebih dahulu. Misalnya seorang konsumen yang akan membeli garam, yang penting kebutuhan akan rasa asin terpenuhi tanpa mempedulikan merek produk yang ia beli.
Empat Tipe Perilaku Konsumen
Tipe Pertama: konsumen melakukan pembeliannya dengan pembuatan keputusan (timbul kebutuhan, mencari informasi dan mengevaluasi merek serta memutuskan pembelian), dan dalam pembeliannya memerlukan keterlibatan tinggi. Dua interaksi ini menghasilkan tipe perilaku pembelian yang kompleks.
Tipe kedua: perilaku konsumen yangmelakukan pembelian terhadap satu merek tertentu secara berulang-ulang dan konsumen mempunyai keterlibatan tinggi dalam proses pembeliannya. Perilaku konsumen seperti itu menghasilkan tipe perilaku konsumen yang loyal terhadap merek.
Tipe ketiga: perilaku konsumen yang melskuksn pembeliannya dengan pembuatan keputusan, dan pada proses pembeliannya konsumen merasa kurang terlibat. Perilaku pembelian seperti itu menghasilkan tipe perilaku konsumen limited decision making.
Tipe keempat: perilaku konsumen yang dalam pembelian atas suatu merek produk berdasarkan kebisaaan, dan pada saat melakukan pembelian, konsumen merasa kurang terlibat. Perilaku seperti itu menghasilkan perilaku konsumen tipe inertia*.
*=merupakan perilaku konsumen yang berulang kali dilakukan, tetapi sebenarnya konsumen itu tidak loyal karena mudah mengubah pilihan mereknya jika merek lain melakukan potongan harga atau memberikan kupon belanja.
Teori Perilaku Konsumen Low Involvement
Merupakan teori yang menjelaskan pembelian low involvement. Teori yang pertama yaitu teori pembelajaran pasif (passive learning) yang dikembangkan oleh Krigman, teori kedua yaitu penilaian/pertimbangan social (social judgement) yang di kembangkan oleh Sherif dan teori yang ketiga adalah elaboration likehood model yang dikembangkan oleh Petty & Cacioppo.
Teori Pembelajaran Pasif
Menyatakan bahwa informasi yang mendatangi konsumen, bukan konsumen yang mencari-cari informasi.
Implikasi Teori Pembelajaran Pasif
Beberapa implikasi dari teori pembelajaran pasif dapat diidentifikasikan:
Pertama: bagaimana penerapannya pada media sebagai sarana memasang iklan. Berdasarkan teori pembelajaran pasif, produk-produk yang bisaa dibeli dengan tingkat keterlibatan rendah sebaiknya memasang iklan pada media televisi dan radio. Sedangkan konsumen yang mempunyai keterlibatan tinggi sebaiknya memasang iklan melalui media cetak, karena konsumen dengan keterlibatan tinggi akan mencari informasi produk yang dibutuhkannya.
Kedua: teori Krugman juga mempunyai implikasi pada sifat iklan yang harus ditampilkan. Sebaiknya iklan menampilkan sisi lain yang tidak bersifat informasional, tetapi bisa berupa symbol, atau penimbulan kesan untuk menyampaikan pesan kepada konsumen.
Teori Socil Judgement
Yakni pertimbangan/penilaian social (social judgement). Sherif menjelaskan bahwa posisi individu pada suatu masalah sesuai dengan keterlibatan individu pada masalah itu. Teori penilaian social dari Sherif juga mengidentifikasikan pengaruh asimilasi (assimilation effect). Pengaruh asimilasi terjadi ketika konsumen menerima informasi yang jatuh pada ruang gerak/ rentang penerimaan. Informasi yang jatuh pada ruang gerak/rentang penerimaan individu akan diterima lebih positif dari yang sebenarnya.
Implikasi dari social judgement terhadap perilaku konsumen yaitu behwa konsumen yang mempunyai keterlibatan tinggi akan mempunyai ruang penerimaan yang sempit atas berbagai informasi. Bisa dikatakan konsumen seperti ini loyal terhadap merek.
The Elaboration Likehood Model
Model ELM menunjukkan bagaimana konsumen memproses informasi dalam kondisi keterlibatan tinggi dan keterlibatan rendah. Model ini memberikan rangkaian kesatuan mulai dari pemrosesan informasi yang detail (central) sampai pada pemrosesan informasi yang bersifat tambahan/pelengkap atau bukan hal yang pokok (peripheral).
Implikasi Strategis dari Pembuatan Keputusan dengan Keterlibatan Rendah
Perspektif low involvement bisa mempunyai implikasi pada strategi pemasaran, seperti pada iklan, produk, harga, promosi penjualan, dan pada distribusi. Berikut ini implikasi strategis terhadap hal-hal tersebut.
Iklan
Beberapa hal yang berkaitan dengan iklan dari perspektif low involvement adalah sebagai berikut:
Ø Iklan-iklan yang dibuat seharusnya berdurasi pendek, tetapi ditayangkan dalam frekuensi yang tinggi.
Ø Pesan iklan seharusnya menekankan pada aspek peripheral ketimbang pada isi pesan.
Ø Media yang digunakan untuk low involvement sebaiknya televisi dan radio.
Ø Iklan sebaiknya digunakan untuk membedakan produk dari pesaing.
Memposisikan Produk
Bagi produk yang low involvement, lebih baik menempatkan diri untuk meminimalkan masalah.
Harga
Kategori produk yang low involvement lebih banyak dipengaruhi oleh harga dalam penjualannya.
Kondisi di Toko
Cara pemajangan produk di rak-rak took akan sangat membantu dalam penjualan produk yang low involvement.
Distribusi Produk
Untuk kategori produk low involvement, distribusi memegang peranan yang sangat penting. Ketika produk tidak tersedia di took, konsumen akan sangat mudah mengubah pilihan mereknya. Ketersediaan produk di outlet-outlet dan toko-toko akan sangat membantu dalam menjaga pilihan merek konsumen.
Percobaan Pembelian
Untuk mengubah pilihan merek, konsumen perlu dibujuk dengan cara memberi contoh gratis. Contoh gratis ini akan sangat membantu dalam mengubah pilihan merek konsumen.
Mengubah dari Low Involvement kepada High Involvement
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengubah tingkat keterlibatan dari rendah menjadi tinggi adalah sebagai berikut:
- Hubungkan produk dengan isu-isu yang bisa membuat konsumen terlibat. Misalnya iklan sabun mandi menampilkan isu kesehatan kulit dengan kemampuannya membasmi kuman.
- Hubungkan produk dengan situasi pribadi yang membuat konsumen terlibat. Misalnya iklan kopi menampilkan suasana pagi hari yang sejuk atau dingin.
- Hubungkan produk dengan asosiasi diri. Misalnya iklan rokok Ardath dengan orang sukses, atau Gudang Garam Filter dengan pria punya selera.
- Perkenalkan karakteristik yang penting dari produk. Misalnya iklan sabun mandi yang mampu membasmi kuman dengan zat puralin
ShootingCasino.com | Best Online Casino 2021 - Shootercasino
BalasHapusOur 샌즈카지노 casino has over 500 games 바카라 including Roulette, Blackjack and more, including Slots, Blackjack and Live 제왕 카지노 Dealer casino games.